Kebahagiaan mulai menyeruak ketika seorang manusia terlahir kealam dunia, namun tanpa kita sadari ketika seorang manusia terlahir berarti ada seorang tokoh politik baru yang ikut terlahir. Hal ini tak bisa kita sadari karena kita semua tidak mengerti dengan yang namanya politik itu sendiri. Coba kita tengok kembali mengenai pengertian politik, secara istilah politik dapat diartikan sebuah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.
Setelah tadi mengingatkan kembali mengenai pengertian politik, coba kita perhatikan seorang bayi yang menangis secara tidak langsung bayi tersebut ingin mendapatkan perhatian yang lebih dari ibunya dan dilihat dari kacamata politik hal ini membuktikan bahwa bayi tersebut dapat memperoleh kekuasaan untuk mengatur ibunya sendiri dengan cara menangis. Pelajaran ini ada secara alamiah, adapun Pembelajaran Politik dalam tataran alur pendidikan sebenarnya dimulai sejak Sekolah Dasar (SD). Saat SD pembelajaran dilakukan seperti tentang Musyarawarah kelas hingga voting untuk memilih pemimpin kelas atau ketua kelas. Tak hanya disitu, pembelajaran juga dilakukan biasanya saat penentuan tempat rekreasi atau liburan kelas. Budaya berpolitik di Sekolah Dasar ini kemudian merambah ke pendidikan selanjutnya, baik di Sekolah Menangah Pertama (SMP) maupun Sekolah Menangah Atas (SMA). Kita akan mulai mengenal Kampanye hingga orasi dalam pemilihan ketua OSIS atau sekedar ketua ekstrakurikuler. Namun pendidikan politik di sekolah ini tentunya berbeda di setiap sekolah, ada yang memang terbuka namun ada pula dengan jalur tertutup dengan berbagai alasan misalnya sekolahnya memiliki jumlah siswa yang tak cukup banyak.
Klimaksnya manusia belajar politik ketika mereka sudah memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu menjadi seorang mahasiswa ditataran Universitas, kita semua tak dapat memunkiri banyaknya organisasi yang ada didalam suatu universitas secara otomatis juga banyak lahan untuk berpolitik dan kekuasaan, hal ini yang mutlak untuk dicapai atau diraih.
Tidak ada yang salah ketika seorang manusia bercita-cita menjadi seorang politisi akan tetapi semua itu dapat dikatakan salah ketika politik yang digunakan atau dijalankan berbau politik picik yang menghalalkan berbagai cara untuk mencapai sebuah kekuasaan yang bersifat hanya sementara. Kita semua sudah dewasa dan sudah bisa membedakan mana yang benar serta mana yang salah, ketika mendeklarasikan diri menjadi politisi maka bermainlah politik yang baik. Perbuatan baik atau buruk dalam politik dapat dilihat dari sorot pandang agama, jangan sampai agama yang dipolitisasi tapi jadilah politisi yang agami.
Oleh: Muhammad Khunaefi
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Posting Komentar di sini: